Ada yang berubah di jalan raya pangeran Puger, Grobogan pada hari minggu tanggal 4 Maret 2012 yang lalu. Jalan raya yang biasanya lengang, tiba-tiba dipenuhi dengan lalu lalang sepeda motor, mobil dan pejalan kaki. Ya, hari itu untuk pertama kalinya diselenggarakan prosesi pemindahan grobog dari kota Grobogan menuju ke kota Purwodadi. Prosesi tersebut sebenarnya merupakan simbol pemindahan ibukota kabupaten dari Grobogan ke Purwodadi. Itulah mengapa hingga sekarang, meskipun pusat pemerintahan berada di kota Purwodadi tapi nama kabupatennya tetap Grobogan.
Rangkaian prosesi tersebut berjalan dengan lancar, dan sehari setelahnya ada acara pasar malam di lapangan Grobogan. Jika saya boleh berpendapat, kegiatan tersebut sedikit banyak mencoba meniru acara Sekaten yang diadakan di kota Solo. Sepertinya Grobogan ingin membuat kegiatan besar dengan tetap mengedepankan budaya daerah.
Di usia yang ke 286 tahun, saya ingin menuliskan apa yang saya ketahui tentang kabupaten Grobogan. Karena keterbatasan, saya hanya ingin menuliskan tentang kota Purwodadi di mata saya.
Kondisi Jalan Raya
Jalan raya di Kabupaten Grobogan memang selalu memberikan kesan yang mendalam bagi warga Grobogan maupun masyarakat di luar Grobogan yang pernah berkunjung ke wilayah Kabupaten Grobogan. Kesan yang mendalam itu terkadang bahkan membuat sebagian orang selalu mengidentikkan Grobogan sesuai dengan kesan tersebut. Ya, sebuah kesan yang mau tidak mau harus diakui oleh warga Grobogan, yaitu kesan tentang jalan yang rusak. Iya bagi sebagian orang, begitu mendengar kata Grobogan, maka yang terbayang adalah kondisi jalan raya yang rusak.
Ada banyak faktor yang menyebabkan jalan raya di Grobogan begitu mudah rusak. Satu-satunya alasan yang mungkin diterima oleh semua orang adalah keadaan alam. Saya tidak bermaksud menyalahkan alam, karena alam adalah cerminan kebesaran Tuhan di dunia ini. Melalui alamlah kita bisa memahami dan membaca ayat-ayat Tuhan.
Keadaan alam, terutama kondisi tanah di Kabupaten Grobogan memang bersifat labil. Sehingga menyebabkan jalan cepat rusak. Ditambah dengan kendaraan-kendaraan berat yang "memperkosa" jalan raya. Tapi kondisi ini tidak menyebabkan masyarakat Grobogan cepat menyerah. Terbukti dengan pembangunan jalan yang dilakukan oleh pihak terkait hingga sekarang. Kita harus memberikan apresiasi positif sepanjang tidak ada penyimpangan.
Sosial Budaya
Barongan
Dalam prosesi pemindahan Grobog yang terjadi pada tanggal 4 maret 2012 yang lalu, terdapat salah satu rombongan seni budaya yang disebut dengan Barongan. Saya, barangkali adalah salah satu dari warga Grobogan yang kurang memahami tentang akar budaya asli Grobogan. Jadi mungkin saja Barongan adalah salah satu wujud budaya lokal yang dimiliki oleh Kabupaten Grobogan.
Seni Tayub
Selain Barongan, salah satu budaya yang identik dengan Kabupaten Grobogan adalah Seni Tayub. Dalam seni Tayub biasanya ada beberapa penari wanita dengan berpakaian khas jawa, kemudian penari tersebut akan dikelilingi oleh para pria. Kesenian Seni Tayub biasanya ditampilkan pada saat ada upacara pernikahan.
Tari-tarian
Selain seni Tayub, Grobogan sebagai bagian dari masyarakat jawa juga memiliki seni tari misalnya Tari Gambyong, Tari Merak dan lain-lain.
Ketoprak
Ketoprak adalah salah satu pementasan drama yang biasanya mengambil cerita atau legenda lokal. Misalnya sebuah Ketoprak dengan lakon Ajisaka. Kesenian Ketoprak juga ditampilkan pada saat upacara pernikahan. Istilah ini disebut dengan nanggap.
Mungkin masih banyak lagi kebudayaan yang sepertinya mulai ditinggalkan karena tergeser dengan berbagai kebudayaan lain. Tapi melestarikan kebudayaan jawa sebenarnya adalah merupakan kewajiban bagi orang jawa. Kebudayaan tidak hanya berupa hal-hal yang saya sebutkan di atas, tetapi pada kearifan budaya jawa, misalnya dalam hal sopan santun, tata krama, filsafat jawa dan lain-lain.
Sedangkan yang terjadi di Grobogan, nilai-nilai luhur budaya jawa sepertinya mulai pudar. Hanya sebatas upacara. Bahasa jawa hanya digunakan pada saat upacara pernikahan. Budaya yang masuk ke Indonesia termasuk ke Kabupaten Grobogan memang tidak mudah untuk disaring. Apalagi tolok ukur untuk menyaring sebuah kebudayaan juga berbeda-beda.
Tengoklah bagaimana sebagian anak-anak muda di Grobogan,akan kita lihat bagaimana cara berpakaian mereka, cara berbicara mereka, cara bergaul mereka. Apakah ada yang bangga dengan identitas Jawa mereka. Sebaliknya mereka seperti berlomba-lomba meniru budaya yang ditampilkan di televisi yang entah dari mana asalnya. Padahal jika kita mau menggali lebih dalam tentang kebudayaan jawa, disitu tersimpan kebaikan, filosofi bagaimana menghadapi kehidupan.
Grobogan, semoga dari hari ke hari semakin maju siapapun pemimpinmu.
Ads 970x90
Sunday, May 6, 2012
Kondisi Jalan Raya dan Sosial Budaya di Purwodadi Grobogan
Arif Rahmawan
Published
May 06, 2012
Related Posts
Subscribe to:
Post Comments (Atom)