Entah mengapa ketika melihat ke langit, saya melihat bulan yang bersinar terang dikelilingi awan, sangat indah. Tiba-tiba kenangan di otak saya melesat jauh ke masa lalu. Ke sebuah waktu di tahun 90'an. sebuah masa di mana saya waktu itu masih memakai seragam merah putih. Sebuah masa di mana Presiden RI masih Pak Harto, Menteri Penerangan masih Pak Harmoko, Menristek masih Pak BJ.Habibie. Sebuah masa di mana Dunia Dalam Berita TVRI sudah menyiarkan berita tentang Jalur Gaza.
Sebuah masa di mana kami yang waktu itu masih anak-anak begitu rindunya dengan sinar bulan. Karena saat itulah kami bisa berkumpul dan bermain di lapangan di desa saya. Sebuah masa di mana di kampungku belum ada TV Berwarna. Di mana saya memiliki radio 2 Band FM dan AM merk Panasonic dengan bahan bakar baterai ABC.
Sebuah masa di mana terkadang kami harus berkumpul di rumah tetangga untuk bersama-sama mendengarkan sebuah sandiwara radio. Coba bayangkan oleh kalian, apakah kalian pernah mendengarkan bersama-sama, mendengarkan bareng?. Kalau nonton bareng mungkin adalah sesuatu yang lazim di jaman sekarang. Tapi ini mendengarkan bareng. Aneh. Tapi tidak aneh di jaman itu.
Ya, kami mendengarkan sebuah sandiwara radio yang sangat legendaris, yang menceritakan tentang seorang pemuda baik hati, menyukai ilmu kanuragan dan sakti mandraguna namun memiliki kisah cinta yang cukup memilukan.
Alkisah, sang pemuda yang bernama Arya Kamandanu merupakan putra dari Empu Hanggareksa menjalin hubungan asmara dengan seorang gadis bernama Nari Ratih. Namun kisah ini kandas, setelah kekasihnya direbut secara paksa oleh sang kakak, Arya Dwipangga yang pintar merayu. Hingga akhirnya terlahir seorang anak bernama Panji Ketawang. Namun Nari Ratih akhirnya meninggal.
Kemudian Kamandanu mencoba menjalin kisah dengan Mei Xin, seorang gadis mongol. Tapi lagi-lagi sang kekasih direbut secara paksa oleh Arya Dwipangga. Dan lahirlah Ayu Wandira.
Tak terima dengan ulah sang kakak. Kamandanu, dengan kemarahan yang memuncak, menghajar Arya Dwipangga tanpa ampun. Kelak terjadi pertarungan berdarah dari dendam kesumat antara dua bersaudara. Antara Kamandanu dengan Pendekar Syair Berdarah......
Gadis lain yang memikat hati Kamandanu adalah Ni Luh Jinggan, tapi lagi lagi kisah ini pun gagal. Akhirnya Kamandanu menikah dengan Sakawuni.....
Petikan kisah di atas saya ambil dari kenangan di otak saya dan sebagian dari internet. Berasal dari sebuah Sandiwara Radio berjudul Tutur Tinular karya S Tidjab. Dengan Asdi Suhastra sebagai pembawa cerita. Kemudian pemeran Arya Kamandanu adalah Fery Fadli, Mei Xin oleh Elly Ermawati.
Entah mengapa meskipun hanya dengan mendengarkan saja tetapi sepertinya peristiwa yang terjadi di Sandiwara radio tersebut bisa terekam dengan baik di otak saya. Tak ada bedanya dengan ketika saya menonton Televisi. Tak ada bedanya dengan ketika saya membaca buku. Semua seakan-akan sama saja ketika tersimpan di otak saya.
Bagi kalian yang ingin mengenang kembali masa lalu dan kebetulan hidup di jaman Sandiwara Radio Tutur Tinular. Melalui layanan streaming, kalian bisa mendengarkan radio KarimataFM , karena setiap jam 18:00-19:00 radio ini masih memutar Sandiwara Radio Tutur Tinular. Atau silahkan menyaksikan video di bawah ini untuk mengobati kerinduan kalian terhadap Sandiwara Tutur Tinular. Karena kisah dan cerita di sinetron Tutur Tinular versi 2012 sudah berbeda 180 derajat dengan cerita aslinya.
sumber gambar : Wikipedia , http://sinyal-radio.blogspot.com