Nama Novel Baswedan mendadak sangat akrab di telinga dan mata kita. Melalui media Informasi seperti Internet, Televisi, surat kabar dan radio, nama tersebut acap kali disebut dan ditulis.
Di berbagai media informasi disebutkan bahwa nama tersebut merupakan nama seorang Perwira Kepolisian Republik Indonesia berpangkat Komisaris Polisi (Kompol) yang bertugas sebagai penyidik di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebagai seorang Penyidik, Kompol Novel Baswedan bertugas melakukan penyidikan kepada siapa saja yang terlibat dalam tindak pidana korupsi. Konflik timbul ketika ternyata sang penyidik justru menjadi penyidik utama dalam sebuah kasus korupsi yang melibatkan seorang Jenderal di Kepolisian, institusinya sendiri.
Kemudian, masyarakat sebagai penerima informasi mulai terpengaruh, terperangah dan terhipnotis dengan kata-kata yang tertulis, terucap dan terdengar. Lalu tibalah pada satu kesimpulan, mereka sepakat bahwa Kompol Novel Baswedan kini dianggap sosok pahlawan bagi pemberantasan Korupsi di Indonesia.
Sebuah pahlawan kebenaran. Suatu hal yang sangat wajar dan sah-sah saja, mengingat rakyat Indonesia saat ini sangat merindukan tokoh masyarakat atau pemimpin yang memegang teguh panji-panji kebenaran sejati. Rakyat Indonesia sudah jengah dengan perilaku para pimpinan dan tokoh masyarakat yang dari hari ke hari semakin menunjukkan sifat-sifat kurawa yakni, rakus, suka korupsi, mementingkan diri sendiri dan menghalalkan segala cara demi kepentingan pribadi.
Rakyat Indonesia sudah hampir putus asa, dan kehilangan harapan terhadap adanya sosok pemimpin yang jujur di negeri ini. Mereka seperti kehilangan semangat untuk melanjutkan hidup ketika hampir setiap hari disuguhi fakta bahwa orang-orang yang dikenal sebagai pejabat dan tokoh terpandang di masyarakat satu persatu ditangkap KPK karena terbukti melakukan tindak korupsi.
Mereka hampir tidak percaya dengan kenyataan bahwa orang-orang yang selama ini meraka anggap baik hati, ramah dan suka menolong ternyata adalah orang-orang yang sama sekali tidak memiliki integritas terhadap nilai nilai kebenaran dan Ketuhanan.
Tapi benarkah perilaku Korupsi para koruptor adalah semata-mata karena kesalahan koruptor itu sendiri. Bukankah para koruptor juga adalah bagian dari rakyat Indonesia. Dengan kata lain pelaku Korupsi itu sendiri juga adalah rakyat Indonesia, mereka juga adalah bagian dari diri kita. Pelaku kejahatan dan korupsi juga adalah bagian dari Bangsa Indonesia juga. Jika kejahatan dan Korupsi bisa tumbuh subur di Indonesia, siapakah yang sebenarnya memberi pupuk dan menyirami korupsi hingga sesubur ini.
Kita sendirilah barangkali yang turut terlibat menyuburkan korupsi di tanah air.
Sebagai contoh, pada saat pemilihan Presiden, pemilihan Bupati, pemilihan anggota DPR, pemilihan kepala Desa dan pemilihan-pemilihan lainnya, siapakah yang bisa menjamin mereka semua tidak melanggar aturan yang sudah ditetapkan terutama tentang politik uang alias memberikan uang kepada calon pemilih.
Mengapa mereka memberikan uang kepada para calon pemilih, pasti jawabannya adalah untuk menarik simpati masyarakat. Mereka tidak punya cara lain untuk menarik calon pemilih selain membagi uang.
Mereka membutuhkan modal yang sangat besar untuk menjadi pemimpin. Dan inilah barangkali salah satu alasan mengapa mereka nekat melakukan korupsi. Modal harus kembali !.
Akan tetapi, semua itu akan lain ceritanya seandainya rakyat Indonesia dengan tegas menolak segala bentuk pemberian uang. Calon pemimpin tentu tidak perlu modal materi yang sangat besar untuk menjadi pemimpin. Sesuatu yang bisa menarik bagi masyarakat tentu saja pemimpin yang memiliki integritas terhadap kebenaran.
Tapi faktanya, rakyat justru menjebak para calon pemimpin untuk membagi uang.
Korupsi adalah musuh kita bersama. Korupsi terjadi karena ada banyak pihak yang terlibat. Rakyat jangan hanya sibuk mengecap perilaku korupsi, akan tetapi yang lebih pentin rakyat harus memutus rantai korupsi melalui hal-hal sederhana, mulai dari menolak pemberian suap dan tidak melakukan suap.
Dan kini muncullah Komisaris Polisi Novel Baswedan. Kehadiran adik sepupu Rektor Universitas Paramadina, Anies Baswedan ini merupakan sebuah momentum yang tepat bagi masyarakat untuk bangkit melawan kejahatan dan korupsi di tanah air.
Apa yang terjadi saat ini bukanlah KPK VS POLRI, akan tetapi Kita VS Korupsi.
sumber gambar :
http://sin.stb.s-msn.com/i/B9/4DDF10D9DB809F6596D0965F282C92.jpg
http://www.jatinangorku.com
Ads 970x90
Monday, October 8, 2012
Kompol Novel Baswedan dan Momentum Melawan Korupsi
Arif Rahmawan
Published
October 08, 2012
Related Posts
Subscribe to:
Post Comments (Atom)