Monday, October 22, 2012

KPK Harus Segera Bubar !!

Pada suatu hari di masa depan. Tepatnya pada tanggal 1 Januari 2014, saya baru saja terpilih menjadi Ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Ya kalian tidak salah baca. Saya memang resmi terpilih menggantikan Bapak Abraham Samad untuk menjadi ketua KPK periode 2014-2018.

"Tapi, bukankah masa Jabatan Bapak Abraham Samad seharusnya berakhir sampai tahun 2015?"

Kalian pasti bertanya seperti itu. Itu wajar. Perlu kalian ketahui bahwa Bapak Abraham Samad terpaksa meninggalkan tampuk kepemimpinan di KPK karena beliau harus mengemban tugas yang lebih tinggi yaitu menjadi Presiden RI periode 2014-2019.

[caption id="attachment_1542" align="aligncenter" width="414"] KPK. Sumber Gambar : www.facebook.com/teguhsn4[/caption]

Lalu, terpilihlah saya untuk menggantikan posisinya menjadi Pimpinan KPK selanjutnya.

Tiba saatnya bagi saya untuk menyampaikan pidato di Gedung KPK.

Hari itu, tanggal 2 Januari 2014 jam dinding di ruangan menunjukkan pukul 08.45 WIB, tapi anehnya jarum paling panjang tidak berdetak. Saya tidak ambil pusing, saya segera menuju podium yang sudah disediakan.

Dengan langkah percaya diri saya segera memulai pidato. Saya tatap seisi ruangan, saya lihat beberapa sorot mata yang penuh harapan. Harapan agar korupsi segera musnah dari bumi Nusantara.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh"

"Salam sejahtera bagi kita semua"

Saya mulai membuka pidato.

"Para hadirin dan seluruh rakyat Indonesia yang saya hormati. Terima kasih atas kepercayaan anda semua."

"Tujuan utama dari saya memimpin KPK adalah untuk membubarkan KPK secepatnya"

"KPK harus segera bubar ! "

Hah !. Segenap hadirin terhenyak, mereka histeris tak percaya dengan apa yang baru saja saya katakan. Kemudian keriuhan segera terjadi. Saya lihat para wartawan tampak menulis sesuatu di catatannya.

Tapi tekad saya sudah bulat. Saya tidak peduli dengan reaksi para hadirin.

Bibir saya justru terbata-bata ketika mengucapkan dua kata keramat yaitu rakyat Indonesia. Terbayang bagaimana kehidupan rakyat Indonesia yang dari hari ke hari semakin kehilangan harapan. Mereka kehilangan harapan untuk hidup lebih baik, bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat.

Harapan mereka telah dirampas, bukan oleh bangsa penjajah. Tapi justru oleh orang-orang yang mereka anggap pemimpin mereka. Harapan mereka telah dipunahkan justru oleh orang-orang yang mereka anggap wakil mereka.

Saya masih ingat, ketika pada suatu malam, dengan kemampuan saya melakukan Raga Sukma, saya lewat di sebuah perkampungan penduduk. Sayup-sayup terdengarlah suara mendengung seperti lebah. Semakin saya dengarkan ternyata itu adalah suara sekelompok orang sedang menangis.

Pada awalnya saya tidak menghiraukan suara tangisan itu, akan tetapi semakin saya masuk ke perkampungan, suara tangisan itu semakin jelas terdengar.

Saya mencoba mendekat kearah suara tangisan itu. Dan alangkah kagetnya ketika saya tiba di sumber suara itu.

Terpampang di depan saya sebuah lapangan seluas 3 kali  lapangan bola, ribuan orang sedang menangis bersama-sama. Mereka meraung-raung histeris. Lautan tangis. Di mana-mana orang terlihat sedang menangis. Di sebuah tempat tampak seorang ayah sedang memeluk anaknya, keduanya menangis.

Saya tebarkan pandangan ke berbagai sudut. Di empat penjuru arah, terpampang sebuah layar besar yang sepertinya sedang menayangkan sebuah film.

Saya mencoba mendekat ke arah salah satu layar yang terdekat. Ternyata tayangan di layar tersebut menampilkan sebuah berita dari  TV Swasta Nasional.

Tayangan di TV tersebut menayangkan tentang berbagai berita korupsi yang dilakukan oleh para pimpinan, wakil rakyat dan pejabat-pejabat. Korupsi di DPR. Korupsi di berbagai instansi. Dan kasus korupsi lain yang tak terhingga jumlahnya.

Saya terkejut ketika seorang Ibu tiba-tiba menangis semakin histeris.

"Kepercayaanku telah kalian sia-siakan....".

Seorang kakek, yang sepertinya mantan pejuang, tampak tersedu-sedu.

"Percuma bangsa ini merdeka, kalau pemimpinnya justru menjajah lagi...."

Lalu di sudut lain, seorang pemuda tampak bersujud, berdoa dalam linangan air mata.

"Ya Tuhan, mengapa kau pilihkan bagi kami, para pemimpin yang kejam yang suka melakukan korupsi....."

Dan sudut-sudut lainnya.

"Tidak punya hati nurani"

"Nama kami dicatut hanya untuk kepentingan sekelompok orang..."

"Ya Tuhan, kirimkanlah segera ratu adil di Indonesia,..."

Suara-suara keputusasaan terdengar diantara tangisan masal itu. Ternyata mereka sedang melakukan tangisan masal. Keprihatinan masal terhadap korupsi yang semakin menjadi-jadi. Mereka tidak berdaya.

Saya tidak kuasa berada semakin lama di tempat itu. Lalu saya meninggalkan tempat itu pergi ke tempat lain. Sepanjang perjalanan ternyata seluruh ruang dan waktu yang saya lalui penuh dengan suara tangisan.

Sampai kemudian saya tertarik dengan suara tangis seorang anak kecil yang terdengar dari sebuah rumah kecil sederhana. Rumah yang terbuat dari papan dan bambu. Rumah itu tampak asri dikelilingi pohon-pohon rindang di beberapa sudut halaman yang cukup luas.

Saya melesat, menuju sumber suara tangis. Saya tiba di sebuah ruang. Sebuah tempat Sholat. Saya melihat seorang anak kecil yang kira-kira berusia 11 tahun sedang menangis tersedu sedu. Sementara di depannya tampak seorang pria berusia sekitar 40 tahun.

"Ayah, sepertinya tidak ada gunanya lagi saya belajar agama."

"Tidak ada gunanya lagi para bapak dan Ibu guru agama mengajari saya tentang kebaikan dan kebenaran".

Terisak sang anak, di depan pria yang ternyata ayahnya. Ayahnya terkejut mendengar apa yang dikatakan anaknya.

"Mengapa kamu berkata begitu anakku"?

Sang anak menjawab.

"Sejak kecil, saya belajar mengaji kitab suci. Ustad mengatakan bahwa kedatangan Kanjeng Nabi Muhammad ke dunia ini adalah untuk memperbaiki akhlak"

"Ustad juga mengatakan sifat nabi yang harus kita teladani adalah Jujur, Amanah, Dapat Dipercaya dan Cerdas"

Sang anak masih menangis.

"Tapi apa faktanya, ketika saya mencoba jujur dan amanah saya justru dikucilkan. Ketika saya mencoba berbuat baik, saya justru direndahkan"

"Sekarang, saya tidak punya teman lagi Ayah".

Airmata sang anak semakin deras mengalir.

Lalu sang ayah tersenyum, dia usap kepala anaknya dengan penuh kasih sayang dan menyandarkan di bahunya.

"Anakku, aku memahami kegalauanmu"

"Dulu, ketika ayah berusia 20 tahun, ayah pernah menyesal mengapa ayah harus tahu tentang ajaran kebenaran dari agama"

Sang ayah tersenyum mengingat masa mudanya.

"Jika saja ayah tidak mengetahui tentang kebenaran, maka ayah bisa berbuat semaunya. Berbuat kejahatan tanpa rasa takut".

"Ayah bisa menghalalkan segala cara untuk memperoleh kekayaan dan kekuasaan".

Dengan mengambil nafas panjang sang ayah berkata lagi.

"Tapi sekarang ayah justru bersyukur telah mengetahui ajaran kebenaran. Sehingga bisa membedakan kebenaran dan kejahatan"

"Manusia adalah makhluk istimewa. Dia istimewa karena memiliki akal dan hati nurani. Akal digunakan untuk berfikir rasional. Sementara hati nurani adalah sumber dari segala kebaikan dan kebenaran.

"Manusia akan benar-benar menjadi manusia jika menggunakan akal dan hati nuraninya. Jika kedua hal itu, atau salah satunya dilanggar, dia telah melanggar hakekat kemanusiannya sendiri."

"Dengan kata lain, manusia yang dengan sadar melakukan kejahatan, dia telah melanggar hakekat kemanusiannya sendiri."

Sang anak tampak memperhatikan apa yang dikatakan ayahnya. Kemudian Sang ayah kembali melanjutkan.

"Anakku, manusia adalah makhluk pengembara. Dia bukan hanya seonggok kulit dan tulang. Tapi ada kesadaran lebih tinggi dari sekedar kulit dan tulang. Manusia memiliki ruh dan jiwa yang melintasi berbagai dimensi sepanjang hidupnya."

"Pada awalnya dia tinggal di rahim ibunda, kemudian terlahir di dunia. Lalu dia mati, pindah ke dimensi yang lebih tinggi yaitu alam akhirat. Di sinilah sesungguhnya, manusia akan menuai apa yang dikerjakannya selama di dunia ini"

"Dunia dibanding akhirat menurut Kanjeng Nabi Muhammad adalah ibarat setetes air yang menetes dari jarimu ketika kamu mencelupkan jarimu ke laut. Dunia adalah setetes air laut, sedangkan akhirat adalah samudera di bumi ini"

"Tapi, jika pemahaman akhirat terlalu sulit untuk kamu pahami, maka cukuplah kamu tidak melanggar hak orang lain".

"Dengan tidak mencuri, tidak korupsi dan tidak melakukan kejahatan apapun, kamu telah menorehkan warna yang indah bagi  dunia dan alam semesta.

Saya terkesima mendengar apa yang dikatakan sang ayah.

...........

Tapi lamunan saya buyar, ketika suara hadirin semakin keras.

"Anda tidak cocok memimpin KPK"

"Seharusnya bukan anda yang memimpin KPK !"

Mereka mulai tidak puas dengan keputusan saya yang ingin segera membubarkan KPK.

"Hadirin yang terhormat, saya harap bisa menerima apa yang telah saya putuskan"

"Sejak awal didirikan, KPK memiliki tujuan yang sangat mulia. Memberantas Korupsi. Mewujudkan Indonesia Bebas Korupsi". Manusia-manusia yang berada di KPK adalah para pejuang. Mereka sedang melakukan Jihad, perang akbar melawan kejahatan korupsi"

"Jika Pemberantasan Korupsi telah berhasil, maka tidak ada pilihan lain KPK harus bubar"

"Ketika saya belum terpilih menjadi Ketua KPK, saya bahkan sudah sering bermimpi agar KPK segera bubar !"

Saya berhenti sejenak, ketika suara riuh makin terdengar. Hadirin protes. Tapi saya tetap melanjutkan pidato saya.

"Bubarnya KPK ditandai dengan berhasilnya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Saya berteriak lantang.

Mirip Bung Tomo.

"Setelah Korupsi  musnah, maka tidak ada alasan lain untuk tidak membubarkan KPK !!".

Kembali saya berteriak lebih lantang.  Dengan sorot mata penuh semangat dan tangan terkepal.

Kali ini mirip Bung Karno.

"Jadi, wahai rakyat Indonesia, mari kita bersama-sama berusaha membubarkan KPK dengan cara bekerjasama memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya !!"

Kamera para wartawan tak henti-hentinya mengambil gambar saya pada saat peristiwa ini. Tapi saya terus melanjutkan.

"Saat ini saya sudah sering datang kepada para pemimpin agama. Saya sudah menghadap kepada para ustaz, MUI, pastor, pendeta, Biksu, pemimpin agama Hindu, penganut aliran kepercayaan, dan organisasi keagamaan lainnya.

"Saya sudah minta kepada para pemimpin agama agar setiap saat memberikan pemahaman kepada umatnya, bahwa korupsi adalah kejahatan yang wajib diperangi".

"Saya juga sudah berkata kepada mereka, bahwa melakukan pemberantasan Korupsi adalah sebuah kewajiban bagi umat beragama apapun.

Hadirin kembali riuh, tapi kali ini mereka riuh dengan tepuk tangan. Kembali saya tatap satu persatu sorot mata rakyat Indonesia yang sepertinya menemukan harapannya kembali. Bahwa Korupsi akan segera musnah, seperti gugurnya daun kering yang jatuh dari pohonnya.

Saya terharu. Kemudian terbangun. Ternyata saya sedang bermimpi. Ahahak..!