Thursday, November 1, 2012

Pawon

Satu persatu saya memasukkan kayu bakar yang saya ambil dari belakang rumah ke dalam pawon. Lalu saya  juga menambahkan bonggol jagung (janggel) ke dalam pawon. Hal ini saya lakukan agar api lebih mudah menyala. Langkah berikutnya, saya membakar kertas kemudian saya masukkan juga ke dalam pawon. Sore itu saya bermaksud memasak air dengan menggunakan pawon.

[caption id="attachment_1587" align="aligncenter" width="194"] Pawon. Sumber gambar : darisjati.wordpress.com[/caption]

Pawon adalah alat atau tempat memasak tradisional yang dulu sering digunakan oleh masyarakat pedesaan di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta mungkin juga di seluruh pulau jawa. Terbuat dari campuran tanah, air dan kulit padi. Akan tetapi, saat ini sudah dibuat dari bahan beton/ cor.

Kalian yang tinggal di kota besar, barangkali bahkan tidak mengenal apa itu pawon. Kalian hanya tahu bahwa di ruang dapur kalian hanya ada kompor minyak atau kompor gas.

Di masyarakat pedesaan, meskipun saat ini sudah ada kompor gas, pawon tetap digunakan. Ada yang menggunakan pawon sebagai alat masak utama. Ada juga yang menggunakan pawon sebagai alat alternatif. Saling melengkapi.

Penggunaan pawon untuk masyarakat pedesaan memang masih cukup relevan, apalagi di lingkungan pedesaan yang masih "bertetangga" dengan hutan.

Jika dulu saya bisa setiap hari melihat masyarakat hilir mudik membawa kayu bakar dari hutan, tampaknya pemandangan itu agak jauh berkurang. Meskipun ada yang mencari kayu bakar, akan tetapi intensitasnya jauh berbeda dengan pada saat belum ada kompor gas.

Pawon, sebenarnya adalah alat masak yang cukup hemat energi dan bisa digunakan dalam jangka panjang karena menggunakan bahan bakar kayu. Kayu adalah salah satu bahan bakar yang bisa diperbarui. Yang menjadi kendala barangkali adalah dari mana kalian bisa mendapatkan kayu.

Dulu, ketika hutan belum dihancurkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, masyarakat masih bisa mencari kayu bakar di hutan. Akan tetapi ketika hutan sudah dirusak, masyarakat mulai kesulitan mendapatkan kayu. Solusinya adalah dengan menanam sendiri pohon-pohon yang akan digunakan sebagai kayu bakar, misalnya menanam kayu jati, kayu mahoni, kayu petai cina di lahan khusus atau di sekitar rumah.

Tapi lagi-lagi penggunaan pawon dirasa kurang efisien, baik tenaga maupun waktu. Butuh proses untuk mencari kayu bakar, kemudian membawa kayu tersebut sampai ke rumah. Jaman sekarang sangat jarang anak muda yang bersedia mencari kayu bakar apalagi mengangkatnya.

Hal ini sangat jauh berbeda dengan penggunaan kompor gas. Yang kalian butuhkan hanya uang. Kalian tinggal membeli kompor dan gas. Dan proses memasaknya pun tidak terlalu rumit jika dibandingkan dengan ketika mempergunakan pawon.

Yang menjadi masalah bagi penggunaan kompor gas adalah bahan bakarnya. Gas suatu saat nanti akan habis, entah kapan. Gas berasal dari minyak bumi yang diolah. Sedangkan minyak bumi suatu saat akan habis. Mungkin ribuan tahun yang akan datang. Anak cucu kalianlah yang kelak akan menjadi saksi ketika minyak bumi sudah habis.

Untuk itu saya justru salut dengan masyarakat pedesaan yang di dapurnya masih ada pawon. Mereka tidak tergantung dengan gas. Mereka tidak begitu terpengaruh dengan pola kehidupan modern.

Kalian perlu belajar dari masyarakat pedesaan tentang bagaimana caranya memasak dengan menggunakan pawon. Sebagai bekal bagi anak-anak kalian untuk mengarungi kehidupan. Agar kelak ketika minyak bumi benar-benar habis, Anak cucu kalian masih bisa memasak dengan cara tradisional.

Tapi, bukankah manusia adalah makhluk yang cerdas, siapa tahu kelak manusia akan berhasil menemukan bahan bakar baru pengganti minyak bumi?. Saya harap juga demikian, akan tetapi paling tidak kalian sudah mengajarkan kepada anak cucu kalian alternatif memasak dengan cara lain. Ya, memasak dengan menggunakan pawon ternyata menyenangkan.