Pada tahun 1994, di sebuah kelas di SMP ternama di Kabupaten Grobogan. Seorang anak terlihat tertunduk meneteskan airmata.
Dia baru saja duduk. Sesaat sebelumnya, seisi kelas ditanya oleh Bapak Guru Matematika.
"Ada PR anak-anak?"
"Aaadaa pak", sahut murid-murid.
Lalu Pak Guru yang bijak itu bertanya lagi.
"Apakah ada di antara kalian yang tidak mengerjakan PR?"
Suasana kelas kemudian sepi.
"Saya pak," kata seorang anak yang duduk di barisan depan.
"Saya juga pak," seorang anak yang berada di belakangnyaa menyahut pelan. Beberapa anak menunjukkan jari dengan perasaan takut.
Dengan tersenyum Pak Guru berkata.
"Satu persatu bagi yang tidak mengerjakan PR, harap maju ke depan sambil membawa buku".
Lalu anak yang duduk paling depan maju ke meja guru.
"Kamu, mengapa tidak mengerjakan PR nak?"
"Mmmaaaf ppaak, sssaya tidak mengerjakan PR karena di rumah saya belum ada listrik." Anak itu menjawab gugup dengan air mata yang hampir tumpah.
"Kalau begitu penerangan di rumah kamu menggunakan apa nak?", tanya Bapak Guru.
"Rumah saya menggunakan Teplok* Pak Guru", Sahut anak itu sambil terisak.
[caption id="attachment_1528" align="aligncenter" width="300"] Teplok. gambar : kfk.kompas.com[/caption]
Dengan iba Pak Guru itu berkata lagi.
"ooo itu alasanmu. Tapi nak, mengerjakan PR tidak perlu menunggu ada listrik, kamu bisa mengerjakan PR dengan penerangan dari teplok".
"Besok-besok lagi, kalau ada PR dikerjakan lagi ya nak". Kata Pak Guru.
.....................
Lalu pada sebuah tempat dan waktu yang berbeda terdengarlah sayup-sayup.
"Listrik jangan sia-siakan,
jangan hambur-hamburkan
gunakanlah listrik seperlunya"
Seorang anak yang saat itu berusia 12 tahun sedang menonton sebuah televisi hitam putih milik tetangganya yang berjarak sekitar 100m dari rumahnya. Ketika itu iklan layanan masyarakat dari PLN berkumandang beberapa kali. Ya, lirik lagu atas adalah lirik lagu iklan layanan masyarakat dari PLN.
Yang menyedihkan, saat itu di desa tersebut belum ada aliran listrik. Anak kecil itu menonton iklan tersebut dari sebuah pesawat Televisi berbahan bakar Aki. Bukan dari aliran listrik. Tragis bukan?. Sama sekali tidak.
Saat itu, si anak cukup bahagia dengan tidak adanya listrik. Aktivitasnya tidak membutuhkan aliran listrik. Penerangan keluarga menggunakan Teplok. Untuk masak, Ibunya menggunakan kompor dan kayu bakar. Nonton Televisi?. Dia hanya perlu bermain ke rumah tetangga yang memiliki pesawat Televisi.
Saat itu belum ada Handphone, Playstation belum ada Laptop, Komputer, Printer, Rice Cooker, Magic Jar, Kulkas, AC dan berbagai peralatan elektronik lain.
Lalu pada tahun 1996, datanglah truk-truk besar membawa tiang listrik dan kabel. Kemudian satu persatu tiang listrik kemudian kabel mulai terpasang.
Kemudian datanglah petugas pemasang instalasi listrik (BTL) memasang jaringan di setiap rumah di desanya. Hingga akhirnya sebagian besar rumah sudah terpasang jaringan listrik.
Tiba waktunya, ketika pada suatu malam yang sepi. Lampu rumah hanya diterangi dengan teplok. Beberapa petugas dan beberapa tetangga mendatangi rumah si anak dan mengatakan bahwa malam ini listrik sudah bisa dinyalakan.
Dengan disaksikan seluruh keluarga dan tetangganya. Sang petugas segera memasang bola Lampu 10 Watt di fitting yang sudah siap. Setelah terpasang, lalu dia menyuruh si anak menyalakan lampu dengan cara menekan saklar.
"Byaaaaaar"
"Wah padang tenan ya"
"Teploke pateni wae"
Suara suara penuh kebahagiaan dari seisi rumah terdengar.
Dan terjadilah peristiwa fenomenal dan bersejarah bagi si anak tersebut dan seisi desa. Rumahnya menjadi terang benderang, cahaya teplok kalah dibanding bola lampu 10 watt. Anak itu merasa kebahagiaannya bertambah saat itu. Rumah menjadi lebih terang. Belajar bisa jadi lebih giat dan bisa mengerjakan PR. Dan yang lebih penting, dia bisa menonton televisi di rumah ha ha!.
Skip. Kedua kisah tersebut adalah kisah nyata. Perlu kalian ketahui anak tersebut adalah saya sendiri. Kenangan saya bersama PLN. Kisah yang pertama ketika saya lupa mengerjakan PR. Kemudian mencari-cari alasan dengan mengkambinghitamkan PLN yang tidak segera memasang listrik di desa saya.
Sedangkan kisah yang kedua adalah peristiwa ketika listrik baru saja masuk di desa saya.
[caption id="attachment_1529" align="aligncenter" width="300"] Tiang Listrik PLN. kecapius.wordpress.com[/caption]
Sekarang sudah tahun 2012. Jaman sudah berkembang sedemikian rupa. PLN sudah cukup memberikan kemudahan bagi desa saya sejak 1996. Banyak hal terjadi, desa yang di waktu dulu gelap gulita, kini sudah gegap gempita dan terang benderang. Saya dan penduduk desa sudah memiliki berbagai peralatan elektronik yang mempermudah hidup dan kehidupan saya.
Selain ucapan terimakasih, saya juga menaruh harapan besar kepada Institusi PLN. Saya anggap institusi ini juga sebagai seorang manusia. Saya hanya menaruh sebuah harapan, tidak banyak. Saya hanya ingin PLN senantiasa jujur dalam segala hal. Ya, hanya sebuah kata yaitu jujur. Sehingga dengan kejujuran dari PLN dan segenap karyawannya, maka akan terhindar dari korupsi yang kejam, pungutan liar dan kejahatan lain. Setelah kejujuran mendarah daging, maka PLN akan menjadi organisasi atau institusi yang selalu berlimbah kebaikan.
*Lampu Minyak
Ads 970x90
Thursday, October 18, 2012
Teplok
Arif Rahmawan
Published
October 18, 2012
Related Posts
Subscribe to:
Post Comments (Atom)