Ketika masih berstatus sebagai perantau, pulang kampung merupakan ritual wajib yang mesti saya lakukan. Moda transportasi yang sering saya pilih adalah bus umum. Mengapa bus, selain lebih murah dibanding pesawat, hanya bus saja yang bisa menjangkau kota saya.
Ada cerita yang cukup menarik selama naik bus dari Jakarta ke Purwodadi. Yaitu ketika saya tiba di wilayah Kabupaten Subang. Ada apa dengan Subang?. Di Subang, Bus berhenti untuk memberi kesempatan makan siang bagi para penumpang. Apakah cuma itu?. Tidak, itu baru permulaan. Ada cerita lain, selepas roda-roda bus berputar meninggalkan rumah makan di Subang.
Saat itulah, seorang pria berusia kira-kira empat puluh tahun menenteng sebuah kotak hitam berbentuk persegi masuk ke dalam bus. Kotak tersebut adalah seperangkat tape, lengkap dengan speaker dan mic. Seorang pengamen rupanya dia. Pengamen Karaoke.
Pria itu kemudian melangkah menuju ke bagian tengah bus. Sambil meletakkan kotak hitamnya, dia mengucapkan salam kepada sopir, kernet dan para penumpang. Sesaat kemudian terdengarlah alunan musik dangdut lama. Berturut-turut dia tembangkan lagu-lagu Leo Waldy yang berjudul Pasrah, kemudian lagu Imam S. Arifin berjudul Menari di Atas Luka dan beberapa lagu lainnya, tak kurang pria itu menyanyikan lima buah lagu dangdut lama. Bagi penggemar musik dangdut lama, keberadaan pria itu cukup menghibur.
Tiga puluh menit berlalu, lagu pun usai. Pria itu mengucapkan terima kasih dan juga mendoakan keselamatan seisi bus. Setelah itu dia segera berkeliling , untuk meminta upah atas jerih payahnya bernyanyi. Dan banyak penumpang yang menaruh simpati terhadapnya, terbukti dengan banyaknya uang ribuan yang dia terima.
Di sebuah tempat, pria pengamen itu pun turun. Dan saya beserta seluruh penumpang bus melanjutkan perjalanan kembali.
Ads 970x90
Thursday, October 24, 2013
Pengamen Pantura Subang
Arif Rahmawan
Published
October 24, 2013
Related Posts
Subscribe to:
Post Comments (Atom)