Beberapa hari yang lalu rekan-rekan Guru di
sekolah saya mengikuti sosialisasi Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan (UULAJ). Pada tahun pelajaran 2015/2016 ini, UU
tersebut diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (Pkn)
kelas empat Sekolah Dasar hingga siswa kelas enam. Terang saja, sebagai orang
yang mendambakan ketertiban lalu lintas di jalan raya, saya menyambut hal
tersebut dengan gembira. Kebijakan tersebut merupakan bentuk sosialisasi lalu
lintas yang cukup efektif dan efisien. Dengan adanya sosialisasi tersebut,
diharapkan mampu memperbaiki situasi lalu lintas, mencegah pelanggaran lalu
lintas dan kecelakaan di jalan raya yang
bisa berakibat fatal.
Menurut saya, integrasi UULAJ ke dalam mata
pelajaran Pkn memiliki tujuan jangka pendek maupun jangka panjang. Tujuan
jangka pendek yaitu untuk memberikan pemahaman tentang dasar-dasar lalu lintas kepada
peserta didik dan mencegah siswa-siswi Sekolah Dasar mengendarai kendaraan
bermotor. Tujuan jangka panjang yaitu untuk menertibkan lalu lintas yang pada
saat ini sangat semrawut.
Situasi lalu
lintas di berbagai ruas jalan di Kabupaten Grobogan memang sungguh mencemaskan.
Pengendara kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat terkadang menganggap
diri mereka layaknya pembalap di sirkuit, padahal dalam UU Nomor 22 Tahun 2009
pasal 15 huruf b disebutkan bahwa pengemudi kendaraan bermotor di jalan
dilarang berbalapan dengan kendaraan bermotor lain. Ada juga ulah pengendara sepeda
motor yang bertingkah seenaknya, misalnya ingin berbelok ke kanan, mereka
menyalakan lampu sein ke kanan, tetapi mereka justru berbelok ke kiri,
padahal aturan berbelok yang benar sudah diatur dalam UU no 22 tahun 2009 Pasal
112 (1) .
Belum lagi perihal ketidaktahuan pengendara
membaca markah jalan atau sengaja melanggar rambu-rambu lalu lintas. Pengendara
juga belum mengetahui perihal prioritas pengendara di persimpangan (pasal 113).
Ditambah lagi, arogansi klub motor yang bertindak bak pemilik jalan, bunyi
knalpot yang berisik, hingga mengendarai kendaraan bermotor tanpa mengenakan
helm. Juga, semakin banyaknya orang tua yang mengizinkan anak-anak usia SD
mengendarai sepeda motor yang bukan hanya membahayakan diri sendiri tetapi
membahayakan pengguna jalan yang lain. Semua itu merupakan bentuk pelanggaran
lalu lintas yang berakibat pada kesemrawutan jalan, ketidaknyamanan berkendara,
dan yang lebih parah bisa menyebabkan korban jiwa.
Mengenai aturan berkendara di jalan raya
sesungguhnya sudah dipaparkan secara gamblang dalam UULAJ. Akan tetapi dengan
melihat realita yang saya sebutkan di atas, saya ragu sudahkah para pengendara
kendaraan bermotor itu membaca Undang-Undang tersebut. Jika sudah, kenapa
mereka masih nekat melakukan pelanggaran. Sementara, jika belum, kenapa mereka
sampai belum membaca UU yang dibuat pada tahun 2009 tersebut?. Pada kedua situasi
tersebut, sosialisasi UULAJ kepada masyarakat perlu digalakkan secara lebih
intensif.
Dengan demikian, sosialisasi Lalu Lintas
dengan melibatkan lembaga pendidikan layak untuk didukung. Diharapkan hal
tersebut dapat memberi banyak manfaat bagi kehidupan sosial kemasyarakatan,
tidak hanya berlalu lintas saja. UULAJ yang diajarkan pada peserta didik mulai
dari siswa kelas empat Sekolah Dasar ini bisa menjadi awal perkenalan mereka
dengan ilmu hukum. Dengan mempelajarinya, peserta didik secara perlahan akan
memahami apa hak dan kewajiban sebagai warga negara Indonesia (WNI). Ini
merupakan bekal untuk menjalankan kehidupan berdasarkan aturan UU yang berlaku
di Indonesia. Khususnya Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.