Wednesday, May 11, 2016

Inilah Motif Sesungguhnya di Balik Peristiwa 1965

Riuhnya pemberitaan media perihal Partai Komunis Indonesia akhir-akhir ini membuat saya tergerak untuk sekali lagi menambah keriuhan tersebut dengan memberi perspektif lain tentang PKI dengan dimulai dari bagaimana tokoh nasional Indonesia terilhami ideologi Marxisme.

Bagaimanapun Karl Marx memiliki peran yang tidak boleh dilupakan dalam proses kemerdekaan bangsa Indonesia. Ideologi marxisme digemari dan dijadikan teori perjuangan tokoh bangsa ini di masa lalu. Beberapa tokoh nasional seperti Tan Malaka, Amir Syarifudin dan Sukarno merupakan tokoh Marxisme terkemuka Indonesia. Bung Karno bahkan pernah mengatakan, " Marxisme adalah isi dada saya." 

Dalam pidato tentang Pancasila yang disampaikan dalam berbagai kesempatan, Dalam Kursus Presiden Sukarno tentang Pancasila di Istana Negara, Tanggal 3 September 1958, beliau mengatakan, "Maka saya berkata kepada saudara­- saudara yang datang di situ: Kalau dus ingin memahami betul marhaenisme, – ini saya menyimpang sebentar -, harus mema­hami dua hal. Lebih dulu memahami marxisme, apakah marxisme itu, satu. Dan kedua memahami keadaan-keadaan di Indonesia. "

Masih dalam pidato yang sama beliau juga menolak dengan keras anggapan bahwa marxisme itu anti Tuhan, " Ada orang yang dengan gampang berkata: O, marxisme itu adalah materialisme. Marxisme adalah historis materialisme. Se­lalu dilupakan perkataan “historis”. Marxisme adalah dus anti Tu­han. Mana kitab marxisme yang berkata bahwa marxisme itu anti Tuhan? "

Selain itu, kesungguhan beliau sejak muda dalam mempelajari Marxisme juga diungkapkan dalam Penyambung Lidah Rakyat, "..Pada waktu anak-anak muda yang lain asyik memadu cinta, aku meringkuk dengan Das Kapital. "

Jika generasi muda mau meluangkan sedikit waktu untuk membaca buku yang ditulis oleh Bung Karno, mereka akan mengerti bahwa bapaknya Megawati tersebut adalah seorang Marxisme. Marhaenisme yang merupakan ideologi yang diciptakannya adalah Marxisme yang dicocok-cocokkan dengan kondisi Indonesia. Fakta tersebutlah yang selama ini ditutup-tutupi orde baru. Alih-alih menceritakan kebenaran tentang Bung Karno sebagai seorang marxisme, Orde Baru justru menggambarkan bahwa Bung Karno hanya sesosok tokoh yang penuh mistik, kegaiban dan klenik. Jika sudah seperti itu, lenyaplah Bung Karno dengan Marxisme, dan Marhaenismenya.

Kemudian, pada tahun 1965 terjadi pembantaian terhadap tujuh Jenderal TNI Angkatan Darat. Setelah peristiwa itu, Partai Komunis Indonesia (PKI) dituding sebagai otak pembunuhan tersebut. Akibatnya sungguh mengerikan, ribuan orang yang dianggap PKI dibunuh. Selain simpatisan PKI, simpatisan PNI juga ikut menjadi sasaran kemarahan massa yang dendam atas pembunuhan 7 Jenderal TNI AD.

Untuk  mengenang semua itu, hari di mana terjadi pembunuhan tujuh Jenderal tersebut diperingati sebagai hari Kesaktian Pancasila, 1 Oktober. Akan tetapi, peringatan tersebut hanya satu dari upaya untuk menamatkan riwayat Partai yang pertama kali menggunakan nama Indonesia tersebut. Puncaknya pada tahun 1966 lahirlah TAP MPRS no XXV/1966 yang berisi pelarangan terhadap penyebaran ideologi Marxisme dan Leninisme. Maka, berakhir sudah nasib PKI.

Berbagai rentetan peristiwa menjelang naiknya Bapak H.M. Suharto ke tampuk kekuasaan mengundang dugaan bahwa adan rencana besar yang sistematis untuk melenyapkan PKI. Partai yang dipimpin DN Aidit ini dianggap partai yang paling mampu mengamalkan Marxisme di Indonesia. Untuk itulah pihak yang tidak menghendaki Marxisme tumbuh subur di Indonesia, menghendaki PKI dibubarkan.

Akan tetapi, sesungguhnya bukan PKI yang paling mampu mengamalkan Marxisme di Indonesia, melainkan Bung Karno. PKI bisa dianggap partai yang hanya sanggup mencontek konsep Negara komunis yang ada di Negara lain dengan mengabaikan perbedaan kondisi sosial, budaya dan psikologi masyarakat Indonesia, tetapi Bung Karno mampu menerapkan Marxisme di Indonesia dengan lebih baik. Beliau menggagas Marhaenisme. Beliau juga mencetuskan konsep Nasakom yang merupakan upaya untuk mempersatukan pelbagai ideologi, Nasionalisme, Agama dan Komunis. Lebih jauh lagi beliau juga berhasil membuat Pancasila diterima sebagai dasar negara oleh sidang BPUPKI saat itu.

Kesimpulan

Pro kontra perihal siapa yang menjadi target utama penghabisan ajaran Marx memang akan terus ada. Akan tetapi, apabila melihat keberhasilan seorang Bung Karno membumikan Marxisme di Indonesia. Saya yakin bahwa tujuan utama dari rangkaian peristiwa 1965 yang akhirnya menghasilkan TAP MPRS no XXV/1966 sesungguhnya adalah mencabut Bung Karno dan ideologinya hingga ke akar-akarnya. 

referensi :